Makalah Tauhiid 1 ( Karakteristik Aqidah Islam)
MAKALAH TAUHID
(Karakteristik Aqidah
Islam)
Disusun untuk memenuhi
Tugas Kelompok
Mata Kuliah: Tauhid I
Dosen: Taufiq
Hidayat.M.Sos.
Disusun Oleh:
Indah Almukaromah
Liya Fauziyah Hartono
PROGRAM STUDI
KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) DAARUT TAUHIID
BANDUNG
2019
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Setiap agama mempunyai karakteristik ajaran yang
yang membedakan dari agama-agama lain. Agama yang dapat menyelamatkan dunia
yang trepecah-pecah dalam berbagai bagian. Perpecahan yang dengan berbagai
krisis yang belum diketahui bagaimana cara mengatasinya.
Tidak mudah membahas karakteristik ajaran Islam,
karena ruang lingkupnya sangat luas. Untuk mengkaji secara rinci karakteristik
ajaran Islam perlu ditelusuri, mulai dari risalah Allah terakhir dan manjadi
agama yang diridlai Allah, untuk dunia dan seluruh umat manusia sampai
datangnya hari kiamat.
Karakteristik yang dimiliki islam, yakni
karakteristik ilmu dan kebudayaan, pendidikan, sosial, ekonomi, politik,
pekerjaan, dan disiplin ilmu. Karakteristik ajaran Islam adalah karakter yang
harus dimiliki oleh umat muslim yang berdasarkan dengan Al-Qur’an dan hadits
dalam berbagai bidang ilmu ,kebudayaan, pendidikan, sosial, ekonomi, kesehatan,
politik, pekerjaan, disiplin ilmu, aqidah, dan berbagai macam ilmu khusus.
Kedua sumber ini telah menjadi pedoman hidup bagi setiap umat islam.
Aspek-aspek sumber kehidupan ini diberi karakter tersendiri dalam berbagai ilmu
penetahuan, sosial, ekonomi, kesehatan, politik, pekerjaan, aqidah, dan
disiplin ilmu untuk sepanjang masa.
Maka dari itu, kali ini kami akan membahas tentang
karakteristik aqidah islam yang meliputi Tauqifiyyah,
Ghaibiyyah, Syumuliyah, Tauhidiyah, dan Furqaniyah.
Pengertian aqidah sendiri adalah keyakinan hati atau bisa disebut dengan iman
atas segala sesuatu.
B.
RUMUSAN MASALAH
Masalah – masalah dalam makalah ini
dirumuskan sebagai berikut :
1.
Bagaimanakah
pengertian Tauqifiyyah?
2.
Bagaimanakah
pengertian Ghaibiyyah?
3.
Bagaimanakah
pengertian Syumuliyah?
4.
Bagaimanakah
pengertian Tauhidiyah?
5.
Bagaimanakah
pengertian Furqaniyah?
C.
TUJUAN
Makalah Istihsan ini memiliki
beberapa tujuan, yakni:
1.
Mengetahui
pengertian Taufiqiyyah
2.
Mengetahui
pengertian Ghaibiyyah
3.
Mengetahui
pengertian Syumuliyah
4.
Mengetahui
pengertian Tauhidiyah
5.
Mengetahui
pengertian Furqaniyah
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN AQIDAH
Secara etimilogis (lughatan), aqidah berasal dari
kata “‘aqadaya’qidu-‘aqdan-‘aqidatan”.‘Aqdan berarti simpul, ikatan,
perjanjian, dan kokoh. Setelah terbentuk menjadi aqidah berarti keyakinan. Relevansi
antara arti kata ‘aqdan dan ‘aqidah adalah keyakinan itu tersimpul
dengan kokoh di dalam hati, bersifat mengikat dan mengandung perjanjian.
Sedangkan menurut istiah terminalogi `aqidah adalah
iman yang teguh dan pasti, yang tidak ada keraguan sedikit pun bagi orang yang
meyakininya
Jadi, `Aqidah
Islamiyyah adalah keimanan yang teguh dan bersifat pasti kepada Allah
dengan segala pelaksanaan kewajiban, bertauhid dan taat kepada-Nya, beriman
kepada Malaikat-malaikat-Nya. Rasul–rasulnya kitab-kitab-Nya, hari Akhir,
takdir baik dan buruk dan mengimani seluruh apa-apa yang telah shahih tentang prinsip-prinsip
Agama, perkara-perkara yang ghaib, beriman kepada apa yang menjadi Ijma' dari
Salafush Shalih, serta seturuh berita-berita qath'i (pasti), baik secara ilmiah
maupun secara amaliyah yang telah ditetapkan menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah
yang shahih serta Ijma' Salafush Shalih.
Karakteristik (Khashaish) adalah sebuah sifat baik
yang sesuatu menjadi istimewa dengannya dan tidak ada sesuatu pun selainnya
yang mempunyai sifat tersebut.
B.
PENGERTIAN AQIDAH TAUFIQIYYAH
Pertama, ’aqidah islamiyah adalah ’aqidah taufiqiyyah (عَقِيْدَةٌ تَوْقِيْفِيَّةٌ),
yakni bahwa dalam beraqidah dan memahami aqidah Islam, kita wajib berhenti dan
membatasi diri pada batas-batas ketetapan wahyu, Al-Qur’an dan As-Sunnah yang
shahih saja. Allah Ta’ala berfirman, “Kalau kelak datang kepada kalian hidayah
dari-Ku, maka barangsiapa yang mengikuti hidayah-Ku niscaya dia tidak akan
tersesat dan tidak pula celaka.” (QS. Thaha: 23). Maka Allah menjadikan keselamatan
dan kebahagiaan -dalam aqidah dan selainnya- hanya pada apa yang Dia datangkan
berupa Al-Qur’an dan As-Sunnah. Tidak dibenarkan mengedepankan dan
mendominankan peran penalaran akal dan logika dalam beraqidah dan memahami
aqidah Islam. Diantara contoh penyimpangan aqidah akibat sikap mengedepankan
dan mendominankan peran akal/logika, misalnya: pengingkaran terhadap takdir,
mengingkaran terhadap Al-Hadits atau As-Sunnah sebagai sumber ajaran Islam (inkarus-sunnah), pengingkaran terhadap
sifat-sifat Allah.
Intinya,
diantara bentuk penyimpangan akidah dalam konteks ini adalah sikap menjadikan
kepahaman akal dan pembuktian empiris sebagai syarat keimanan terhadap setiap
informasi dari ayat dan hadits shahih.
Konsekuensi
Aqidah Taufiqiyah:
·
Membatasi sumber-sumber
pengmbilan Aqidah Islam hanya dari Al-Qur’an dan Sunnah dengan segala makna dan
konotasinya.
·
Konsisten dalam
penggunaan lafaz-lafaz Al-Qur’an dan Sunnah dalam mengungkap hakikat-hakikat
aqidah.
·
Dalam
menjelaskan hakikat-hakiakat aqidah kita hanya menggunakan lafaz-lafaz yang
memang hanya digunakan untuk makna-makna dan hakikat tersebut.
C.
PENGERTIAN AQIDAH GHAIBIYYAH
Kedua, ’aqidah
islamiyah adalah ’aqidah ghaibiyyah
(عَقِيْدَةٌ غَيْبِيَّةٌ), yakni bahwa muatan dan esensi aqidah Islam itu didominasi
oleh keimanan kepada yang ghaib. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya):
”(Orang-orang muttaqin yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang
mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezeki yang Kami anugerahkan
kepada mereka” (QS. Al-Baqarah: 3). Iman kepada yang gaib merupakan fitrah
manusia. Ada banyak demensi kehidupan kita yang dulu merupakan sesuatu yang
gaib, tapi kini telah menjadi realitas yang tampak secara konkrit. Ini disebut
kegaiban terikat, yaitu kegaiban yang telah ditakdirkan dan diizinkan Allah
untuk dapat ditemukan oleh seluruh atau sebagian manusia.
Beriman kepada
yang goib adalah dasar paling penting dari keseluruhan muatan aqidah islam,
dimana seorang tidak disebut Muslim kecuali dengan keimanan tersebut. Walaupun
itu tidak berarti bahwa manusia harus berlebihan menyakini yang ghoib yang
sebenarnya tidak ada sehingga ia terjerumus dalam khurafat. Itu adalah
kelatahan dalam memahami makna iman kepada yang ghoib. Keghoiban yang harus
diyakini adalah keghoiban yang termaktub dalam Al-Qur’an dan Sunnah serta
menyerahkannya kepada ilmu Allah, tanpa perlu tenggelam dalam khayalan-khayalan
batil serta waham-waham palsu.
Yang dimaksud
dengan istilah ghaib dalam keimanan Islam disini bukanlah ”ghaib” versi dunia
dukun dan paranormal, yang dibatasi pada keghaiban alam jin saja, dan hanya
terkait dengan hal-hal yang selalu berbau klenik dan mistik. Namun yang
dimaksud adalah istilah ghaib menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, yang meliputi
semua yang ada di balik alam nyata, yang tidak bisa ditangkap oleh kemampuan
alami indra manusia, dan bahkan tidak mampu dijangkau oleh penalaran akal dan
logikanya .
Secara kaidah,
nilai dan manfaat iman di dalam konsep aqidah Islam, adalah ketika iman itu
masih bersifat ”iman bil ghaib” (iman kepada yang ghaib). Namun ketika hal-hal
ghaib yang wajib kita imani dalam kehidupan dunia ini, atau sebagiannya, pada
saatnya, sudah bukan merupakan hal ghaib lagi bagi kita atau bagi sesorang,
maka keimanan yang baru terjadi saat itupun sudah tidak bernilai dan tidak
bermanfaat lagi, sebagaimana pintu tobatpun telah tertutup. Dan hal itu terjadi
misalnya pada saat sebagian tanda besar hari kiamat, seperti terbitnya matahari
dari barat, telah tiba. Begitu pula seperti dalam kondisi seseorang yang sedang
mengalami naza’ atau sakratul maut, karena saat itu telah ditampakkan padanya
sebagian keadaan alam ghaib, yang semula tidak bisa dilihatnya, dan juga tidak
bisa dilihat oleh orang-orang hidup yang ada di sekelilingnya
D.
PENGERTIAN AQIDAH SYUMULIYAH
Ketiga, ’aqidah islamiyah adalah ’aqidah syumuliyah (عَقِيْدَةٌ شَامِلَةٌ),
yakni aqidah yang lengkap, sempurna, menyeluruh, komprehensif dan integral,
yaitu aqidah dengan makna yang mencakup dan meliputi keseluruhan pokok-pokok,
prinsip-prinsip dan rukun-rukun keimanan dengan segala konskuensinya, sebagai
satu kesatuan yang tidak bisa dipisah-pisahkan, satu sama lain, atau satu dari
yang lainnya. Sehingga seandainya ada seorang muslim yang telah menyatakan
menerima dan mengimani semua isi dan konsekuensi rukun-rukun iman tersebut,
kecuali ada 1 % – nya saja misalnya atau bahkan kurang dari itu, yang ia tolak
dan tidak ia imani, dengan penuh kepahaman, kesadaran dan kesengajaan, maka
seluruh keimanannya yang 99 % itu bisa menjadi sia-sia, tidak berguna dan tidak
diterima, karenanya.
E. PENGERTIAN AQIDAH TAUHIDIYAH
Keempat, ‘aqidah islamiyah adalah ‘aqidah tauhidiyah (عَقِيْدَةٌ تَوْحِيْدِيَّةٌ),
yakni aqidah ketauhidan kepada Allah. Dimana esensi dan inti utama aqidah serta
keimanan di dalam ajaran Islam ialah sikap ketauhidan seorang mukmin dan
mukminan kepada Allah.
Semua orang yang
beragama Islam dikenal sebagai umat beriman. Akan tetapi bukan hanya kaum
muslimin saja yang menyandang gelar dan julukan kaum beriman itu. Melainkan
seluruh manusia yang beragama selain Islam-pun, khususnya dengan agama samawi
(agama yang bersumberkan wahyu dari langit), juga disebut sebagai orang-orang
beriman. Lalu, jika demikian, apa beda antara keimanan kaum muslimin dan
keimanan umat-umat beragama lain? Tidak lain dan tidak bukan bedanya ada pada
makna dan prinsip ketauhidan tersebut di dalam keimanan.
Jadi memang
benar para pemeluk agama lain yang juga meyakini dan mengimani adanya Tuhan
Allah dengan segala kemaha kuasaan-Nya, juga dikenal dan disebut sebagai umat
beriman. Namun keimanan tersebut tidaklah murni, melainkan keimanan yang
tercampur dengan keimanan dan keyakinan kepada selain Allah. Dan itulah
keimanan syirik yang langsung merupakan kontra (lawan) dari keimanan tauhid
yang dimiliki oleh kita kaum muslimin. Sehingga keimanan itu, dengan begitu,
terbagi kepada dua macam yaitu: keimanan tauhid yang hanya ada di dalam konsep
aqidah Islam, dan keimanan syirik yang dimiliki oleh para pemeluk agama selain
Islam. Oleh karena itu, risalah atau misi Rasulullah Muhammad shallallahu ’alaihi wasallam, dan juga
seluruh rasul ’alaihimussalam sebelum
beliau, bukanlah sekadar memperkenalkan kepada umat masing-masing akan adanya
Tuhan Yang Maha Pencipta, Maha Pemilik, Maha Pengatur, Maha Penguasa dan
Maha-Maha yang lainnya. Melainkan risalah suci dan misi pokok mereka semua,
adalah untuk mengajak kaum masing-masing kepada keimanan yang mentauhidkan
Allah Ta’ala, dengan kalimat tauhid yang sakral dan lebih dikenal dengan nama
kalimat tahlil: La ilaha illallah!
Jadi makna dan prinsip ketauhidan itulah yang merupakan persimpangan jalan
pembeda antara keimanan kaum muslimin dan keimanan kaum beragama yang lain.
F.
PENGERTIAN AQIDAH FURQANIYAH
Kelima, ‘aqidah islamiyah adalah ‘aqidah furqaniyah (عَقِيْدَةٌ فُرْقَانِيَّةٌ).
Artinya ia merupakan aqidah pembeda (furqan) secara jelas dan tegas antara
kebenaran (al-haq) dan kebatilan (al-bathil), antara keimanan dan kekufuran,
antara ketauhidan dan kesyirikan, antara keistiqamahan dan kesesatan, antara
kesunnahan dan kebid’ahan, antara ketaatan dan kemaksiatan, antara kebaikan dan
kejahatan, antara keadilan dan kedzaliman, dan seterusnya. Dimana setiap
mukmin/mukminah yang beraqidah Islam wajib senantiasa memiliki kejelasan dan
ketegasan, di satu sisi, dalam sikap wala’ (mencintai, memihak, mendukung,
menolong, membela, memperjuangkan dan memenangkan) terhadap prinsip-prinsip
kebenaran, keimanan, ketauhidan, keistiqamahan, kesunnahan, ketaatan, kebaikan,
keadilan, dan semacamnya. Sebagaimana ia juga wajib mempunyai kejelasan dan ketegasan
yang sama, di sisi lain, dalam sikap bara’
(membenci, mengingkari, menjauhi, memusuhi, menentang dan mengalahkan)
terhadap segala bentuk kebatilan, kekufuran, kesyirikan, kesesatan, kebid’ahan
(yang disepakati bukan yang diperselisihkan), kemaksiatan, kejahatan,
kedzaliman, dan sejenisnya.
Dan hal itu
adalah karena sikap wala’ wal bara’
tersebut memang merupakan esensi, substansi dan konsekuensi langsung dari
keimanan tauhid di dalam aqidah Islam. Oleh karena itu, tidak ada yang namanya
sikap netral di dalam konsep aqidah Islam. Sehingga berarti pula, tidak ada
yang namanya sikap netral itu bagi seorang mukmin dan mukminah dalam seluruh
aspek kehidupannya. Maka terhadap setiap tema aqidah yang bersifat prinsipil,
dan juga terhadap apapun serta siapapun di dalam kehidupan ini, yang memiliki
keterkaitan dengan muatan nilai haq-batil, iman-kufur, tauhid-syirik,
lurus-sesat, baik-jahat, dan seterusnya, tidak dibenarkan bagi seorang mukmin
dan mukminah untuk bersikap netral atau abu-abu tanpa keberpihakan yang jelas
dan tegas.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Tauqifiyyah adalah aqidah yang terbatas
pada wahyu. Maksudnya aqidah yang benar haruslah berdasarkan dengan Al-Qur’an
dan terdapat keyakinan yang pasti di dalamnya.
Ghaibiyyah
merupakan aqidah yang berkenaan dengan masalah ghaib. Yang di maksud adalah
ghaib yang tidak dapat ditangkap oleh panca indera.
Syumuliyah
adalah aqidah yang mengembangkan apa yang sudah ada di bumi atau yang sudah
kita ketahui atau memanfaatkan apa yang sudah di ciptakan oleh Allah untuk
kehidupan manusia. Seperti contoh mngembangkan alam dengan cara membuat kayu
menjadi meja.
Tauhidiyah adalah
aqidah ketauhidan kepada Allah. Maksudnya adalah kepercayaan dan mengimani
ke-Esa-an Allah.
Furqaniyah adalah
aqidah pembeda (furqan) secara jelas dan tegas antara kebenaran (al-haq) dan
kebatilan (al-bathil).
DAFTAR PUSTAKA
“Karakteristik Aqidah
Islam” | Senin, 7 Oktober 2019
“Ilmu Tauhid:
Karakteristik Aqidah Islam” | Senin, 7 Oktober 2019
“Makalah Karakteristik
Aqidah Islam” | Senin, 7 Oktober 2019
“Karakteristik Aqidah
Islam” | Senin, 7 Oktober 2019
http://philosopherscommunity.blogspot.com/2013/01/karakteristik-akidah-islam.html
Komentar
Posting Komentar