Makalah Kaidah-Kaidah Ushul Fiqih

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Ilmu Ushul Fiqih sebenarnya merupakan suatu ilmu yang tidak bisa diabaikan oleh seorang mujtahid dalam upayanya memberi penjelasan mengenai nash-nash syariat islam, dan dalam menggali hokum yang tidak memiliki nash. Juga merupakan suatu ilmu yang diperlukan bagi seorang hakim dalam usaha memahami materi undang-undang secara sempurna, dan dalam menerapkan undang-undang itu dengan praktik yang dapat menyatakan keadilan serta sesuai dengan makna materi yang dimaksud oleh pembuat hokum (syari’). Ia juga suatu ilmu yang juga diperlukan ulama Fiqih dalam melakukan pembahasan,pengkajian, penganalisaan dan pembandingan antara beberapa mazhab dan pendapat. Disamping itu, Al-Amidi dalam bukunya Al-Ihkam mengatakan: “Tidak ada cara untuk mengetahui hukum Allah swt kecuali dengan ilmu ushul ini. Dari permasalahan-masalah tersebut, maka makalah ini akan membahas tentang “KAIDAH – KAIDAH USHUL FIQIH”. II. Rumusan Masalah 1. Mengetahui pengertian kaidah ushul. 2. Mengetahui sumber-sumber pengambilan kaidah-kaidah ushul. 3. Mengetahui rukun serta syarat-syarat kaidah-kaidah ushul. 4. Mengetahui persamaan serta perbedaan antara kaidah ushul dan kaidah fiqh? 5. Mengetaui hubungan antara kaidah-kaidah ushul dengan ushul fiqh itu sendiri? 6. Mengetahui faedah serta kedudukan kaidah-kaidah ushul. 7. Mengetahui buku-buku yang di karang ulama tentang kaidah-kaidah ushul. III. Tujuan Pembahasan Makalah ini disusun agar kita mengetahui, memahami dan mengerti tentang hal-hal yang berhubungan dengan kaidah-kaidah ushul, mulai dari definisi, sumber-sumber, rukun, syarat, perbedaannya dengan kaidah-kaidah fiqh, hubungannya dengan ilmu ushul fiqh dan buku-buku yang menjadi subernya. BAB II PENGERTIAN Defenisi kaidah Qawaid merupakan bentuk jamak dari qaidah, yang kemudian dalam bahasa indonesia disebut dengan istilah kaidah yang berarti aturan atau patokan. Dalam bahasa arab, kaidah memiliki banyak arti diataranya: al-asas (dasar atau pondasi), al-Qanun (peraturan dan kaidah dasar), al-Mabda’ (prinsip), dan al-nasaq (metode atau cara). Al Qi’dah (cara duduk, yang baik atau yang buruk), Qo’id ar rojul (Istrinya), Dzul Qo’dah (nama salah satu bulan qomariyah yang mana orang orab tidak mengadakan perjalanan didalamnya) dan lain sebagainya. Adapun secara istilah banyak sekali defenisi yang di buat oleh para ulama, tetapi yang paling lengkap dan paling baik menurut penyusun adalah: ”Suatu perkara kulli (kaidah-kaidah umum) yang berlaku pada semua bagian- bagiannya.” Defenisi Ushul Fiqh Secara singkat pengertian ushul fiqh sebagaimana diberikan oleh Imam Ibnu Hajib al-Maliki adalah: العِلْمُ بِالْقَوَاعِدِ الَّتِي يَتَوَصَّلُ بِهَا اِلَى اِسْتِنِبَاطِ الْأَحْكَامِ الشَرْعِيِّةِ الفَرْعِيَّةِ مِنْ أَدِلَّتِهَا التًّفْصِيْلِيَّةِ “Mengetahui kaidah-kaidah yang membawa kepada pengambilan hukum syar‘’ yang cabang dari dalil-dali rinci. Berdasarkan kaidah di atas dapat disimpulkan bahwa ushul fiqh adalah “Pengetahuan mengenai kaidah-kaidah atau dalil umum untuk melakukan istimbath (penggalian hukum).” Jadi sasarannya adalah membahas dan membuat kaidah, bukan membahas rincian hukum atau menyimpulkan hukum dari dalil-dalil Alquran dan hadits. Pembahasan mengenai rincian hukum dan pemahaman dalil-dalil rinci Alquran hadits adalah tugas fiqh. Ushul fiqh hanya membahas kaidah-kaidah umumnya saja sehingga tugas ushuliyyin hanyalah membuat dan meneliti kaidah ushul. Contoh: Ulama ushuliyyin (ahli ushul fiqh) menyatakan sebuah kaidah ushul: اَلْأَصْلُ فِيْ اْلأَمْرِ لِلْوُجُوْبِ “Perintah pada dasarnya berarti wajib” Atau: اِذَا تَجَرَّدَ صِيْغَةُ الْأَمْرِ اقْتَضَتْ الوُجُوْبَ “Jika susunan kalimat perintah itu murni (tanpa hal-hal yang membuatnya memiliki pengertian lain atau melunakkan pengertiannya) maka perintah itu menuntut kewajiban”. Ketika para ahli fiqh (fukaha) mengkaji surat al-Isra’ ayat 78: أَقِمِ الصَّلَاةَ لِدُلُوكِ الشَّمْسِ إِلَى غَسَقِ اللَّيْلِ وَقُرْآَنَ الْفَجْرِ إِنَّ قُرْآَنَ الْفَجْرِ كَانَ مَشْهُودًا “Dirikanlah shalat ketika matahari tergelincir sampai terbenamnya mega merah dan (dirikan) shalat saat munculnya fajar. Sesungguhnya fajar itu dapat terlihat.” Terlihat bahwa perintah tersebut tidak disertai hal-hal yang membuatnya berarti lain selain perintah shalat pada waktu-waktu tertentu. Berdasarkan akidah ushul di atas, perintah tersebut bermakna wajib. Karena itu, ahli fikih memutuskan bahwa perintah shalat pada waktu tertentu bermaksa wajib. Itu berarti ahli fiqh menggunakan kaidah-kaidah yang dikaji dan dirumuskan ahli ushul untuk melakukan penggalian hukum dari Alquran. Boleh jadi ahli ushul fiqh itu juga sebenarnya juga merangkap ahli fiqh, seperti Imam al-Ghazali, Imam Abu Ishaq al-Syrazi, Imam al-Juwayni, Imam Ibnu Qudamah, dan Imam Tajuddin al-Subki. Defenisi kaidah-kaidah Ushuliyah Dr. Jailany mendefinisikan sebagai:” hukum kulli (bersifat umum) yang berdiri diatasnya furu’ fiqhiyah yang di bentuk dengan bentuk umum dan akurat”. Defenisi ini belum maani’ karena kaidah-kaidah fiqh masih masuk didalamnya. Prof. Dr. Muhammad Syabir mendefinisikan sebagai:”Suatu perkara kulli (kaidah-kaidah umum) yang dengannya bisa sampai pada pengambilan kesimpulan hukum syar’iyyah al far’iyyah dari dalil-dalilnya yang terperinci”. Defenisi yang menurut penyusun lebih akurat adalah:” Hukum kulli (umum) yang dibentuk dengan bentuk yang akurat yang menjadi perantara dalam pengambilan kesimpulan fiqh dari dalil-dalil, dan cara penggunaan dalil serta kondisi pengguna dalil”. BAB III SUMBER-SUMBER PENGAMBILAN KAIDAH-KAIDAH USHUL Pertama: Al Qur’an. Al-Qur’an merupakan firman Allah SAW yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, untuk membebaskan manusia dari kegelapan. Kitab ini adalah kitab undang-undang yang mengatur seluruh kehidupan manusia, firman Allah yang Maha mengetahui apa yang bermanfaat bagi manusia dan apa yang berbahaya, dan merupakan obat bagi ummat dari segalah penyakitnya. Allah berfirman :“dan Kami turunkan dari Al-Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al-Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian”. (QS. Al-Isra: 82) Dan firman Allah:“dan Kami turunkan kepadamu Al kitab (Al-Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri”. (QS An Nahl: 89) Diantara kaidah-kaidah ushul yang di hasilkan dari Al-Qur’an adalah: 1. Sunnah adalah sumber hukum yang di akui, dengan dalil 2. Al Qur’an bisa difahami dari uslub-uslub bahasa arab, dengan dalil 3. Adat atau kebiasaan di akui sebagai hukum pada permasalahan yang tidak memiliki dalil, dengan dalil. Kedua: As-Sunnah dan Al-Hadits Allah memberikan kemuliaan kepada nabi Muhammad SAW dengan mengutusnya sebagai nabi dan rasul terakhir untuk umat manusia dengan tujuan menyampaikan pesan-pesan ilahi kepada umat. Maka nilai kemuliaan Rasulullah bukan dari dirinya sendiri tetapi dari Sang Pengutus yaitu Allah SWT, karena siapapun yang menjadi utusan pasti lebih rendah tingkatannya dari yang mengutus. Allah Berfirman yang artinya:” Muhammad tidak lain hanyalah seorang rasul”. (QS. Ali Imran: 144). Dalam surat Al-Hasyr Allah berfirman:“apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya.“ Diantara kaidah-kaidah ushul yang di ambil dari hadits adalah: 1. Perintah yang mutlak hukumnya wajib 2. Ijma’ merupakah hujjah yang di akui secara syar’I 3. Jika berkumpul perintah dan larangan maka larangan di dahulukan 4. Qiyas merupakan hujjah yang di akui secara syar’I. Ketiga: Ijma’ Diantara kaidah-kaidah ushul yang di ambil dari ijma adalah: 1. Ijma’ Sahabat bahwa “hukum yang di hasilkan dari hadits ahad dapat di terima”. 2. Ijma’ Sahabat bahwa “hukum terbagi menjadi 5 macam”. 3. Ijma’ Sahabat bahwa “syariat nabi Muhammad menghapus seluruh syariat yang sebelumnya”. Keempat: Akal Akal memiki kedudukan yang tinggi didalam syariat islam, karena kita tidak akan paham islam tanpa akal. Sebagai contoh, Apa dalil yang menunjukkan bahwa Allah itu ada? Jika dijawab Al Qur’an, Apa dalil yang menunjukkan bahwa Al Qur’an benar-benar dari Allah? Jika dijawab I’jaz, apa dalil yang menunjukkan bahwa I’jazul quran sebagai dalil bahwa alqur’an bersumber dari Allah SWT? Dan seterusnya. Dengan demikian dapat kita pahami bahwa islam tidak akan kita pahami tanpa akal, oleh karena itulah akal merupakan syarat taklif dalam islam. Meskipun demikian, ada satu hal yang harus di perhatikan dengan seksama, bahwa akal tidak bisa berkerja sendiri tanpa syar’I. Akal hanyalah sarana untuk mengetahui hukum-hukum Allah melalui dalil-dalil al quran dan hadits. Allah lah yang menjadi hakim, dan akal merupakan sarana untuk memahami hukum-hukum Allah tersebut. Diantara kaidah-kaidah ushul yang di hasilkan dari akal adalah: 1. Al Qur’an merupakan dalil yang di akui. 2. Baik dan buruk hanya di ketahui melalui syar’I bukan akal. 3. Yang lebih kuat didahulukan dari yang lemah. Kelima: Perkataan Sahabat Diantara kaidah-kaidah ushul yang diambil dari perkataan-perkataan sahabat Rasulullah adalah: 1. Hadits-hadits Ahad zonniyah 2. Qiyas adalah hujjah 3. Hukum yang terakhir menghapus hukum yang terdahulu (naskh) 4. Orang awam boleh taqlid 5. Nash lebih di utamakan dari qiyas maupun ijma’ Diantara kaidah-kaidah ushul yang di ambil dari ilmu-ilmu islam 1. Ilmu Ushuluddin • Baik dan buruk dapat diketahui dengan syar’I bukan dengan akal • Rasulullah tidak menetapkan ijtihad yang salah • Tidak ada yang ma’sum kecuali nabi • Syari’at islam menghapus syari’at sebelumnya • Domir goib kadang-kadang kembali pada kalimat yang tidak tertulis, dan itu bisa di ketahui melalui siyaaq kalimat. 2. Ilmu Bahasa Arab • Domir goib kadang-kadang kembali pada kalimat yang tidak tertulis, dan itu bisa di ketahui melalui siyaaq kalimat. • Kalimat Aina (أين) menunjukkan tempat (syarat ataupun istifham) dan ( متي و أيان) menunjukkan waktu (syarat atupun istifham) • Fi’il madi jika menjadi fiil syarat, ia berubah menjadi kaliamat insyaa menurut kesepakatan ahli nahwu. • (إلي) menunjukkan akhir sesuatu (waktu maupun tempat) 3. Ilmu Fiqih • Kaidah سد الذرائع • Kaidah adat dan kebiasaan merupakan dalil yang di akui • Kaidah المصالح المرسلة BAB IV RUKUN DAN SYARAT KAIDAH-KAIDAH USHUL Rukun-rukun kaidah Ushuliyyah Ketika kita melihat sebuah kaidah ushul, النهي للكرار (larangan menunjukkan pengulangan) umpamanya kita akan menemukan 4 rukun didalamnya:1. Maudu’ (tema) yaitu النهي 2. Mahmuul yaitu التكرار 3. Penisbatan antara keduanya yaitu kebergantungan rukun kedua dengan rukun pertama 4.Terjadi atau tidaknya rukun ketiga pada keduanya. Ahli At tasdiq Ahli mantiq ketika berusaha menyelesaikan permasalahan ini berbeda pada 2 pendapat: 1. Al Falasifah mengatakan bahwa at tasdiq adalah rukun ke empat saja, dengan kata lain menurut falasifah, kaidah-kaidah ushul cukup dengan satu rukun saja yaitu rukun yang keempat. 2. Imam Ar Razi mengatakan bahwa at tasdiq tidak cukup dengan rukun ke empat saja tetapi gabungan dari keempat rukun tersebut. Syarat-syarat kaidah Ushuliyyah 1. Harus dalam bentuk yang singkat 2. Merupakan perkara yang sempurna 3. Maudu’nya (temanya) harus kulli bukan juz’I (umum) 4. Kaidah-kaidah ushul tersebut tidak bertentangan dengan syari’at dan maqosid syari’ah 5. Tidak bertentangan dengan kaidah lain (baik itu kaidah ushul ataupun kaidah fiqh) yang sebanding dengannya atau lebih kuat darinya. 6. Kaidah-kadiah ushul tersebut harus tegas dan tidak ragu-ragu BAB V HUBUNGAN ANTARA KAIDAH-KAIDAH USHUL DENGAN USHUL FIQH Adapun perbedaan atara keduanya adalah sebagai berikut: • Mayoritas kaidah-kaidah ushul adalah nilai yang di ambil dari ushul fiqh (ushul fiqh jauh lebih luas pembahasannya daripada kaidah-kaidah ushul). • Perbedaan dalam segi maudu’ (tema). Tema kaidah-kaidah ushul adalah ushul fiqh itu sendiri adapun tema ushul fiqh adalah al- adillah al ijmaliayah min hautsu dobthi al fiqh. • Tujuan dari kaidah-kaidah ushul adalah menyempurnakan ushul fiqh dengan cara menyempurnakan nilai-nilai ushul dengal lafaz yang singkat, dan mengembalikan nilai-nilai tersebut kepada nilai yang lebih umum yang menjadi kaidah buat kaidah tersebut. Dengan demikian tujuan ilmu kaidah-kaidah ushul adalah ingin memberikan bentuk lain untuk ushul fiqh dalam bentuk kaidah yang lebih singkat dan sistematis. Adapun tujuan ushul fiqh adalah pencapaian nilai-nilai yang dapat menyempurnakan ijtihad dalam fiqh. • Dari segi histories (Apakah ushul fiqh muncul terlebih dahulu atau kaidah-kaidah ushul?)Sahabat-sahabat Rasulullah, tabi’in dan yang mengikuti mereka sejak dahulu telah berijithad dengan memakai kaidah-kaidah ushul. Kemudian pembahasan semakin luas hingga muncullah ilmu ushul fiqh. Demikian juga ilmu ushul fiqh semakin luas hingga di butuhkan kaidah-kaidah singkat yang dapat dengan mudah diterapkan oleh seorang mujtahid, dan inilah yang menjadi tonggak munculnya ilmu kaidah-kaidah ushul. Dengan demikian kaidah-kaidah ushul lebih dahulu muncul dari ilmu ushul fiqh, dah ilmu ushul fiqh muncul sebelum munculnya ilmu kaidah-kaidah ushul. BAB VI PERBEDAAN ANTARA KAIDAH-KAIDAH USHULIYYAH DENGAK KAIDAH-KAIDAH FIQHIYYAH Persamaan antara kaidah ushul dan kaidah fiqh terletak pada kesaaman sebagai wasilah pengambilan hukum. Keduanya merupakan prinsip umum yang mencakup masalah-masalah dalam kajian syari’ah. Oleh karena itu, dalam perspetif ini kaidah ushul sangatlah mirip dengan kaidah fiqih.Namun, kita pun bisa melihat perbedaan yang signifikan dari kedua kaidah tersebut, secara ringkas perbedaan kedua kaidah tersebut adalah sebagai berikut : 1. Kaidah ushul pada hakikatnya adalah qa’idah istidlaliyah yang menjadi wasilah para mujtahid dalam istinbath (pengambilan) sebuah hukum syar’iyah amaliah. Kaidah ini menjadi alat yang membantu para mujtahid dalam menentukan suatu hukum. Dengan kata lain, kita bisa memahami, bahwa kaidah ushul bukanlah suatu hukum, ia hanyalah sebuah alat atau wasilah kepada kesimpulan suatu hukum syar’i. Sedangkan, kaidah fiqih adalah suatu susunan lafadz yang mengandung makna hukum syar’iyyah aghlabiyyah yang mencakup di bawahnya banyak furu’. Sehingga kita bisa memahami bahwa kaidah fiqih adalah hukum syar’i. Dan kaidah ini digunakan sebagai istihdhar (menghadirkan) hukum bukan istinbath (mengambil) hukum (layaknya kaidah ushul). Misalnya, kaidah ushul “al-aslu fil amri lil wujub” bahwa asal dalam perintah menunjukan wajib. Kaidah ini tidaklah mengandung suatu hukum syar’i. Tetapi dari kaidah ini kita bisa mengambil hukum, bahwa setiap dalil (baik Qur’an maupun Hadits) yang bermakna perintah menunjukan wajib. Berbeda dengan kaidah fiqih “al-dharar yuzal” bahwa kemudharatan mesti dihilangkan. Dalam kaidah ini mengandung hukum syar’i, bahwa kemudharatan wajib dihilangkan. 2. Kaidah ushul dalam teksnya tidak mengandung asrarus syar’i (rahasia-rahasia syar’i) tidak pula mengandung hikmah syar’i. Sedangkan kaidah fiqih dari teksnya terkandung kedua hal tersebut. 3. Kaidah ushul kaidah yang menyeluruh (kaidah kulliyah) dan mencakup seluruh furu’ di bawahnya. Sehingga istitsna’iyyah (pengecualian) hanya ada sedikit sekali atau bahkan tidak ada sama sekali. Berbeda dengan kaidah fiqih yang banyak terdapat istitsna’iyyah, karena itu kaidahnya kaidah aghlabiyyah (kaidah umum). 4. Perbedaan antara kaidah ushul dan kaidah fiqih pun bisa dilihat dari maudhu’nya (objek). Jika Kaidah ushul maudhu’nya dalil-dalil sam’iyyah. Sedangkan kaidah fiqih maudhu’nya perbuatan mukallaf, baik itu pekerjaan atau perkataan. Seperti sholat, zakat dan lain-lain 5. Kaidah-kaidah ushul jauh lebih sedikit dari kaidah-kaidah fiqh. 6. Kaidah-kaidah ushul lebih kuat dari kaidah-kaidah fiqh. Seluruh ulama sepakat bahwa kaidah-kaidah ushul adalah hujjah dan mayoritas dibangun diatas dalil yang qot’I. Adapun kaidah-kaidah fiqh ulama berbeda pendapat. Sebagian mengatakan bahwa kaidah-kaidah fiqh bukan hujjah secara mutlaq, sebagian mengatakan hujjah bagi mujtahid ‘alim dan bukank hujjah bagi selainnya, sebagian yang lain mengatakan bahwa kaidah-kaidah tersebut hujjah secara mutlak. 7. Kaidah-kaidah ushul lebih umum dari kaidah-kaidah fiqh BAB VII FAEDAH KAIDAH-KAIDAH USHUL FIQH DAN KEDUDUKANNYA DIANTARA ILMU-ILMU SYARA’ 1. Faedah Kaidah-Kaidah Ushul Fiqh Diantara faedah kaidah-kaidah ushul fiqh adalah: 1. Dapat mengangkat derajat seseorang dari taqlid menjadi yaqin. Allah berfirman yang artinya:” niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan“. (QS. Al-Mujadalah: 11) 2. Kaidah-kaidah ushul merupakan asas dan pondasi seluruh ilmu-ilmu islam lainnya. Maka ilmu fiqh, tafsir, hadits dan ilmu kalam tidak akan sempurna tanpanya. Kaidah-kaidah ushul menjadikan pemahaman terhadap al-quran dan sunnah dan sumber-sumber islam lainnya menjadi akurat. 3. Dengan memahami kaidah-kaidah ushul, seseorang dapat dengan mudah mengambil kesimpulan-kesimpulan hukum syari’ah al–far’iyyah dari dalil-dalilnya langsung dan terus melaksanakannya. Karena kaidah-kaidah ushul merupakan sarana yang menghantarkan seseorang pada hukum-hukum fiqh. 4. kaidah-kaidah ushul berusaha membentuk kembali ilmu ushul fiqh dalam bentuk yang baru, lebih singkat dan akurat yang dapat membantu seorang mujtahid dalam pengambilan hukum. 5. Seorang yang faham ushul fiqh dan kaidah-kaidahnya akan dapat dengan mudah mengcounter pemikiran-pemikiran yang berusaha menyerang hukum-hukum islam yang telah mapan seperti wajibnya rajam, hudud dan lain sebagainya. 6. Tujuan akhir adalah untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. 2. Kedudukan Kaidah-Kaidah Ushul Fiqh Kedudukan dan keutamaan sebuah ilmu tidak lepas dari tema, objek, tujuan, apa yang di bahas, besar kebutuhan, kekuatan dalilnya serta maslahat yang dihasilkannya. Semakin besar faedahnya semakin tinggi pula kedudukannya. Kaidah-kaidah ushul memiliki kedudukan tinggi, yaitu berada pada urutan pertama setelah ilmu akidah. Penjelasannya: 1. Dari segi faedah dan buah yang di hasilkan oleh kaidah-kaidah ushul, penyusun telah jelaskan pada penjelasan faedah-faedah ushul fiqh diatas. 2. Dari segi objeknya, penyusun telah jelaskan bahwa objek kaidah-kaidah ushul adalah ushul fiqh itu sendiri dari segi keakuratannya. Juga membahas nilai-nilai ushul fiqh untuk di undang-undangkan. Jika ilmu ushul fiqh memiliki kedudukan tinggi dalam islam, bagaimanakah kedudukan sebuah ilmu yang bertugas menambah keakuratan ushul fiqh? 3. Dari segi tujuannya, tujuannya adalah pengambilan hukum syara’ yang praktis dari dalil-dali syara’ dan memperjuangkannya serta memberikan keakuratan dalam berijtihad dan kondisi mujtahid. Usaha untuk mengetahui hukum-hukum Allah adalah merupakan kewajiban terpenting dan merupakan tujuan penciptaan kita di dalam kehidupan ini. Ilmu apapun yang memiliki tujuan ini adalah ilmu yang memiliki kedudukan tinggi. 4. Dari segi kebutuhan. Tidak ada kebahagiaan didunia maupun di akhirat tanpa syari’at Allah. Dan syariat Allah tidak akan dapat diketahui tanpa kaidah-kaidah ushul. Ma la yatimmu al-fadil illa bihi fahuwa faadhil. BAB VIII BUKU-BUKU KARANGAN ULAMA TENTANG KAIDAH-KAIDAH USHUL Sebenarnya banyak sekali buku-buku tentang kaidah-kaidah ushul yang dikarang para ulama sejak dahulu hingga awal abad 20 dan dari awal abad 20 hingga sekarang, tetapi pada bab ini penyusun hanya akan menyebutkan nama-nama buku yang membahas tentang kaidah-kaidah ushul yang merupakan referensi utama dalam masalah ini. Bagi yang ingin mengetahui lebih, bisa membaca buku Nadzoriyah at taq’id al Ushuly karya Dr. Aiman Abdul Hamid Al-Badaroin atau buku-buku lainnya. Diantara buku-buku itu adalah: 1. Ta’sis An Nazor karya Ubaidillah bin Umar bin Isa Ad Dabusy (364-430 H) 2. Takhrijul Al-Furu’ Ala Al-Ushul karya Mahmud bin Ahmad bin Mahmud Abu Al Manqib Al Jinzani (573-656 H) 3. Miftah Al-Wusul ila takhrij al-furu’ ala al-Ushul karya Syarif At Tilmisany (710-771 H) 4. At Tamhid fi at-takhrij al-furu’ ala al-ushul karya Al Isnawi (7.4-772 H) 5. Al-Qowaid wa al-Fawaid Al-Ushuliyah wa ma yata’allaqu biha min al-Ahkam al-far’iyyah karya Ibn Al-Liham Al Hanbaly ( wafat tahun 803 H) 6. Al-Wusul ila Qowaid al-ushul karya imam Muhammad bin Abdullah bin Ahmad bin Muhammad Al Hanafy ( wafat tahun 1007 H) 7. At-Tahrir karya Kamal bin Al Hamam (matan) 8. At-Tanqih karya Ibnu Mas’ud Al-Hanafi (matan) 9. Mu’tasar al-muntaha al-ushuly karya Ibnu Al-Hajib (matan) 10. Al-Waroqot fi Ushul Al-Fiqh karya Al-Juwaini 11. Minhaj Al-Ushul ila ilmi al-ushul karya Al-Baidawy 12. Raudhatunnazir wa jannatul muanzir karya Ibnu Qudamah 13. Al-Ihkam fi Ushul al-ahkam karya Al-Amadi 14. Al-Irsyad wa at-taqrib karya Abu Bakar Al-Baqillani 15. Ushul Fiqh karya Syekh Al-Hadary (wafat tahun 1927 M) BAB IX Kesimpulan 1. Kaidah-kaidah ushul fiqh adalah ilmu yang mandiri. Seluruh ulama sepakat bahwa perbedaan antara ilmu dengan ilmu yang lain disebabkan oleh faktor tema atau objek serta tujuan dari ilmu itu sendiri. Ilmu Kaidah-kaidah ushul fiqh memiliki objek dan tujuan yang berbeda dengan ilmu lainnya bahkan berbeda dengan objek serta tujuan ilmu Ushul fiqh. Itu artinya ilmu kaidah-kaidah ushul fiqh adalah ilmu yang berdiri sendiri. 2. Kaidah-kaidah ushul, apakah merupakan dalil atau tidak dapat dikategorikan pada dua kategori yaitu: Pertama: Kaidah-kaidah ushul yang berdiri sendiri yaitu yang berpatokan pada sumber-sumber islam seperti Al qur’an adalah hujjah, begitu juga dengan sunnah, ijma’ qiyas, masholih mursalah, saddu ad dzaroi’ dan Istishab. Diantara kaidah ini ada yang disepakati oleh ulama sebagai hujjah dan ada yang masih dalam perdebatan dikalangan ulama. Kedua: Kaidah-kaidah yang tidak berdiri sendiri tetapi hanya sebuah alat. Kaidah-kaidah itu adalah yang diambil dari bahasa arab dan lainnya. Yang kedua ini bukan merupakan dalil yang mandiri tetapi hanya berfungsi sebagai sarana. 3. Ilmu kaidah-kaidah ushul fiqh tidak bisa dipisahkan dari ilmu ushul fiqh itu sendiri. Karena ilmu ini merupakan bagian dari ilmu ushul fiqh. Hubuangan antara keduanya adalah hubungan antara umum dan khusus. Saran Penyusun makalah ini hanya manusia yang dangkal ilmunya, yang hanya mengandalkan sedikit buku referensi. Maka dari itu penyusun menyarankan agar para pembaca yang ingin mendalami masalah Qawaidul Ushuliyah, agar setelah membaca makalah ini, membaca sumber-sumber lain yang lebih komplit, seperti buku-buku yang penyusun tulis dalam bab VIII atau buku-buku lain yang tidak kalah pentingnya dari buku-buku tersebut. DAFTAR PUSTAKA Dr. Aiman Abdul Hamid Al-Badrain, 2005, Nadzoriyyah At-Taq’id Al-Ushuly, Kairo: Dar Ibn Hajm Dr. Muhammad Dzuhaily, 2004, Al-Qowaid Al-Fiqhiyyah ala Al-Madzhab Al-Hanafy wa As-Safi’I, Kuwait: Majlis Al-Nasr Al-‘Ilmy Dr. Abdul Karim Zaidan, 2006, Al-Wajiz fi Syarhi Al-Qowaid Al-Fiqhiyah fi As-Syari’ah Al-Islamiyah, Beirut-Libanon: Muassasah Ar Risalah Nasyirun Muhammad bin Muhammad Abu Hamid Al-Ghazali, Al-Mustashfa fi ilm Al-Ushul, Beirut : Dar El-Kutub El-Ilmiyah, cetakan tahun 1413 H Al-Jailany Al-Marini, Al-Qowaid Al-Ushuliyah wa tatbiqotiha ‘inda Ibn Quddamah fi kitab Al-Mugni, Kairo : Dar Ibn Affan, cetakan pertama tahun 2002 M Syabir, Muhammad Utsman, Al-Qowaid al-Kulliyah wa ad-Dhowabit Al-Fiqhiyah, Yordania : Dar El-Furqon, cetakan pertama, tahun 2000

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makalah Tauhiid 1 ( Karakteristik Aqidah Islam)

Makalah Hukum Syar'i - Ushul Fiqih