Makalah Pengantar Ilmu Dakwah

A. Dakwah 1. Pengertian Dakwah? Secara etimologis, kata dakwah merupakan bentuk dari kata اوعدي-ىعد (عراضملا لعف -ىضاملا لعف) yang artinya adalah memanggil (to call), mengundang (to invite), mendorong (to urger), dan memohom (to pray). Selain kata dakwah, Al-Qur‟an juga menyebutkan kata yang memiliki pengertian yang hampir sama dengan “dakwah”, yakni kata, “tabligh” yang berarti menyampaikan, dan “bayan” yang berarti penjelasan. Kata dakwah disebutkan dalam Al-Qur‟an dengan berbagai bentuk, seperti fi’il madli (da’a), fi’il mudhari’ (yad’u), fi’il amar (ud’u), mashdar (da’watan)dan sebagainya sebanyak 203 kali, sedangkan kata “tabligh” sebanyak 64 kali, dan “bayan” sebanyak 131 kali (Pimay, 2006: 2). Menurut pandangan Ibnu Taimiyah, dakwah merupakan suatu proses usaha untuk mengajak agar orang beriman kepada Allah, percaya apa yang telah diberitakan oleh Rasul dan taat terhadap apa yang telah diperintahkan yang meliputi dua kalimat syahadat, menegakkan salat, menunaikan zakat, puasa bulan Ramadhan, melaksanakan 1920 haji, iman kepada malaikat, kitab-kitab-Nya, hari kebangkitan, qadha dan qadar. Menurut Al-bahy al-Khauly, dakwah adalah usaha mengubah situasi kepada yang lebih baik dan sempurna, baik terhadap individu maupun masyarakat. Menurut Ra‟uf Syalaby, dakwah adalah gerakan untuk merealisasikan undang-undang (Ihya al-Nidham) Allah yang telah dituturkan pada nabi Muhammad saw (Pimay, 2006: 4-5). Dahwah menurut Imam Ibnu Katsir yaitu untuk menyeru kepada manusia bahwa berdakwah adalah jalan Nabi Muhammad, tariqah beliau, sunnah beliau yaitu mengajak untuk bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah yang Maha Esa dan tiada sekutu bagi-Nya (Karim, 1990: 310). Dalam kitab ushulud dakwah dijelaskan bahwa orang yang pertama kali berdakwah yaitu Nabi Muhammad. Allah memuliakan umat Nabi Muhammad agara menjadikan dakwah sebagai pekerjaan keseharian mereka, seperti halnya para rasul. Hal ini ditegaskan dalam Q.S Ali Imran: 110: Artinya: Kamu (umat Islam) adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada yang beriman, namun kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik Pengertian dakwah Islamiyah ada tiga tahapan yaitu meliputi dari tabligh atau menyampaikan, isi materi, dan implementasi atau pelaksanaan. Dakwah Islamiyah merupakan tugas para nabi secara umum dan menjadi tugas khusus bagi nabi Muhammad SAW (Al-Bayani, 1993: 16). Jadi dapat disimpulkan bahwa poin pokok dalam dakwah yaitu tentang penyampaian dengan gaya bahasa yang renyah dan dapat dicerna, selain itu isi materi yang menarik agar dapat menggugah hati bagi mad‟u sehingga dapat di implementasikan dalam kehidupan dengan baik dan benar. Menurut Muhammad Abdul Fattah Al-Bayani (1993:16-17) dalam kitab Al Madkhol Illa Ilmi Dakwah bahwa dakwah Islamiyah secara terminologi yaitu menyampaikan agama Islam kepada umat manusia secara menyeluruh dan mengajarkannya kepada mereka serta menerapkannya bersama mereka dalam kehidupan sehari-hari. Allah SWT telah menjelaskan tugas para Rasul-Nya bahwa tugas dakwah Islamiyah meliputi tiga unsur dalam QS.Al-Jumuah: 2; Artinya: Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan hikmah (As Sunnah). dan Sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata (Depag RI, 2010: 126). Diterangkan dalam firman Allah unsur dakwah yang Pertama yaitu penjelasan dan penyampaian unsur dakwah yang kedua yaitu merupakan pendidikan dan pembelajaran atau biasa disebut dengan istilah dakwah (sedangkan unsur dakwah yang ketiga, yaitu penerapan dan pelaksanaan. Dikarenakan merujuk ke Al-Qur‟an, maka al-hikmah disini menurut para jumhur ulama‟ yaitu sunah nabawiyah (sunah yang dilakukan oleh nabi), dan sunnah Dalam hakekatnya (metode) yaitu cara untuk menerapkan Al-Qur‟an yang telah dijelaskan dalam as-sunnah untuk dilaksanakan oleh orang Islam secara menyeluruh baik individu maupun golongan. Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa dakwah adalah seruan atau ajakan, penyampaian, pengajaran kepada umat manusia secara menyeluruh untuk menuju jalan yang benar, menyeru kepada perbuatan yang ma’ruf dan mencegah dari perbuatan yang munkar, menyerukan ajaran Islam kepada seluruh umat manusia di dunia ini, agar dapat menerapkannya sesuai dengan Al-Qur‟an dan as-Sunnah Rasulullah saw, sehingga dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan di dunia maupun di akhirat kelak. 2. Tujuan Dakwah Menurut Jamaluddin Kaffie dalam Amin (2013: 67), tujuan dakwah dikelompokkan menjadi empat macam, yaitu: a. Tujuan Utama Tujuan utama dakwah adalah memasyarakatkan akhlaq dan mengakhlaqkan masyarakat, sesuai misi besar Nabi Muhammad saw. Akhlaq akan menjadi landasan memimpin dalam tiga besar fungsi psikis manusia yaitu berpikir, berkehendak, dan perasaan. Akhlaq seseorang akan membentuk akhlaq masyarakat, Negara, dan umat seluruhnya. b. Tujuan Hakiki Tujuan hakiki dakwah adalah mengajak manusia untuk mengenal Tuhannya dan mempercayainya sekaligus mengikuti jalan petunjuk-Nya. c. Tujuan Umum Tujuan umum dakwah adalah menyeru manusia agar mengindahkan seruan Allah dan Rasul-Nya serta memenuhi panggilan-Nya, dalam hal yang dapat memberikan kebahagiaan hidupnya di dunia dan di akhirat kelak. d. Tujuan Khusus Tujuan khusus dakwah adalah berusaha bagaimana membentuk satu tatanan masyarakat Islamyang utuh fi as-silmi kaffah. Menurut Al-Qur‟an, salah satu tujuan dakwah terdapat dalam surah Yusuf ayat 108; Artinya: Katakanlah: "Inilah jalan (agama) ku, Aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan Aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik (Depag RI, 2010: 230). Menurut penjelasan ayat diatas, dapat disimpulkan bahwa tujuan dakwah adalah mengajak manusia dari gelap gulita menuju ke jalan yang terang (jalan Allah) untuk menegakkan kebenaran dan mendapat kebahagiaan di dunia dan di akhirat. B. Metode Dakwah 1. Pengertian Metode Dakwah Dari segi bahasa metode dakwah berasal dari dua kata yaitu “meta” (melalui) dan “hodos” (jalan, cara). Dengan demikian kita dapat artikan metode adalah cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan. Sumber yang lain menyebutkan bahwa metode berasal dari bahasa Jerman methodica, artinya ajaran tentang metode. Dalam bahasa Yunani metode berasal dari kata methodos artinya jalan yang dalam bahasa Arab disebut thariq. Metode berarti cara yang telah diatur dan melalui proses pemikiran untuk mencapai suatu maksud (Munir, 2009: 6). Menurut KH. Ahmad Siddiq, mantan Rais „Am Nahdlatul Ulama„ berbagai macam sarana diperlukan untuk dakwah ini, mulai dari harta benda, tenaga, ilmu teknologi, wibawa, lembaga sosial dan lain-lain. Negara sebagai salah satu wujud persekutuan sosial dan kekuasaan yang di dalamnya juga merupakan salah satu sarana untuk menciptakan tata kehidupan yang diridhai oleh Allah swt dan Perjuangan dakwah harus dilakukan dengan cara-cara yang diridhai oleh Allah pula, menuju rahmatan lil al-amin (Amin, 2013: 96). Metode dakwah adalah cara-cara tertentu yang dilakukan oleh seorang da‟i (komunikator) kepada mad‟u untuk mencapai suatu tujuan atas dasar hikmah dan kasih sayang (Munir, 2009: 7). Berdasarkan uraian para ahli di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa metode dakwah adalah strategi yang diatur da‟i dalam melaksanakan aktifitas amar ma’ruf nahi munkar yang disesuaikan dengan keadaan mad‟u agar tujuan dakwah benar-benar mampu terwujud. 2.Macam-macam Metode Dakwah Pedoman dasar atau prinsip penggunaan metode dakwah Islam sebagaimana termaktub dalam Al-Qur’an Surah An- Nahl. Artinya: Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui Tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk (Depag RI, 2010: 417). Berdasarkan QS. An- Nahl: 125 di atas metode dakwah terbagi menjadi tiga macam, yaitu: metode bi al- Hikmah, mau’idzah hasanah,dan mujadalah. Adapun penjelasan metode tersebut sebagai berikut: a. Metode Hikmah Menurut pandangan ulama Ibnu Zaid hikmah adalah setiap perkataan yang merupakan nasehat kepada kebaikan atau mengajak kepada kemuliaan dan mencegah dari kejahatan. Sedangkan Abu Ja‟far Muhammad Ibn Ya‟kub mengemukakan bahwa hikmah adalah setiap perkataan yang melahirkan perbuatan yang benar. Al-Jurjani menambahkan bahwa hikmah adalah setiap perkataan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang baik (Pimay, 2006: 48). Berdasarkan pendapat para ulama tersebut dapat disimpulkan bahwa metode hikmah merupakan cara yang penting bagi da‟i karena dengan metode hikmah ia akan selamat dari musuh-musuh yang senantiasa mengancam, sebab dengan hikmah da‟i telah mengamalkan kebaikan dan kebenaran sesuai Al-Qur‟an dan sunah-Nya. b. Mau’idzah Hasanah Menurut Imam Abdullah bin Ahmad An-Nasafi bahwa mau’idzah hasanah yaitu perkataan yang tidak tersembunyi bagi mereka, bahwa engkau memberikan nasehat dan menghendaki manfaat kepada mereka atau dengan Al-Qur‟an. Sedangkan Abdul Hamid Al-Bilali mau’idzah hasanah merupakan salah satu manhaj (metode) dalam dakwah untuk mengajak ke jalan Allah dengan memberikan nasihat atau membimbing dengan lemah lembut agar mereka mau berbuat baik (Saputra, 2012: 251-251). Dapat dipahami bahwa mau’idzah hasanah merupakan metode dakwah yang dilakukan dengan pengajaran, bimbingan atau nasehat yang baik kepada mad‟u agar mereka mau berbuat baik dan kembali ke jalan Allah. c. Mujadalah Al-Mujadalah (al-Hiwar) berarti upaya tukar pendapat yang dilakukan oleh dua pihak secara sinergis, tanpa adanya suasana yang mengharuskan lahirnya permusuhan di antara keduanya. Sedangkan menurut Sayyid Muhammad Thantawi metode dakwah ialah suatu upaya yang bertujuan untuk mengalahkan pendapat lawan dengan cara menyajikan argumentasi dan bukti yang \kuat (Saputra, 2012:254). Dapat disimpulkan bahwa mujadalah berarti metode dakwah dengan berdialog dengan lemah lembut, tanpa paksaan untuk mencapai suatu kebenaran. Menurut Pimay, metode uswatun hasanah disebut dengan istilah demonstration method atau direct method yakni suatu diberikan dengan harapan orang dapat menerima, melihat, memperhatikan, dan menonton serta menirunya (2006: 78). Adapun beberapa contoh metode yang dipraktekkan oleh Nabi saw (dalam Pimay, 2006: 44-46) adalah sebagai berikut: 1. Metode ceramah Metode ceramah yang di lakukan oleh Rasulullah saw cukup sederhana. Sasarannya adalah qalbu (hati) dan akal manusia. Karena qalbu dan akal manusia bertempat dalam lubuk jiwa manusia. Ceramah Rasul tersebut dilakukan dengan cara memperhitungkan suatu segi yang praktis yaitu mempertimbangkan objek secara tepat dengan alasan-alasan yang kuat. 2. Metode Tanya Jawab Dalam hal ini, Rasul menjawab segala macam permasalahan sahabat-sahabatnya dengan sabar dan senang hati. 3. Metode musyawarah Metode musyawarah ini dinilai sebagai metode dakwah dalam menjinakan hati para sahabatnya dan memberi contoh agar senantiasa masyarakat mengikutinya 4. Face to face Dalam hal ini, Rasul menyeru keluarga dan sahabat-sahabatnya yang terdekat satu demi satu atau disebut dakwah al-afrad yaitu secara diam-diam dari rumah ke rumah. 5. Metode Teladan Nabi berdakwah dengan jalan memberikan teladan agar dicontoh oleh masyarakat. Meskipun seorang Rasul, Nabi Muhammad tidak pernah menempatkan dirinya dengan gaya orang berkuasa. Metode ini dilakukan Nabi dengan harapan agar para sahabatnya menirunya. 6. Metode Ishlah Dalam hal ini, Nabi membuat perjanjian persahabatan dan perdamaian dengan pihak lain yang terkenal dengan kompromi, seperti yang terjadi dalam perjanjian Hudaibiyyah. 7. Dengan Cara Memberikan Harta Dengan cara memberikan harta, cara ini dilakukan untuk membantu orang yang berekonomi lemah. Menurut Sayyid Qutb bahwa dalam menerapkan metode mujadalah ini perlu diterapkan hal-hal sebagai berikut: a.Tidak merendahkan pihak lawan atau menjelek- jelekkan, mencaci, karena tujuan diskusi untuk mencapai sebuah kebenaran. b. Tujuan diskusi semata-mata untuk mencapai kebenaran sesuai dengan ajaran Allah. c. Tetap menghormati pihak lawan sebab setiap jiwa manusia mempunyai harga diri (human dignity) (Pimay, 2006: 37). Pimay (2006: 38-39), menambahkan bahwa Nabi Muhammad saw telah mengaplikasikan tiga kerangka dasar metode dakwah tersebut melalui enam pendekatan dalam berdakwah, yaitu: 1. Pendekatan personal dari mulut ke mulut (manhaj al-sirri) 2. Pendekatan pendekatan (manhaj al-tablus) 3. Pendekatan penawaran (manhaj al-ardh) 4. Pendekatan missi (manhaj al-bi’tsah) 5. Pendekatan korespondensi (manhaj al-mukatabah) 6. Pendekatan diskusi (manhaj al-mujada) Dari beberapa metode dakwah oleh Rasulullah, dapat disimpulkan bahwa metode dakwah itu sangat beragam dan dapat diterapkan oleh da‟i sesuai dengan mad‟u yang dihadapinya. Selain itu juga melihat permasalahan dan karakteristik mad‟u sesuai dengan sosial masyarakat. 2.1. Konsep Dakwah 2.1.1. Pengertian dan Dasar Hukum Dakwah Secara etimologi bahasa perkataan da’wah berasal dari kata kerja ةوعد وعدي اعد (da’a, yad’u, da’watan), yang berarti mengajak, menyeru, memanggil, mengundang.Secara terminologi, banyak ilmuwan yang mengartikan tentang dakwah yang akan diterangkan sebagai berikut: Muhammad Natsir seperti yang dikutip dari buku Manajemen Dakwah Islam karya Rosyad Shaleh, mendefinisikan dakwah sebagai usaha-usaha menyerukan dan menyampaikan kepada perorangan manusia dan seluruh konsepsi Islam tentang pandangan dan tujuan hidup manusia di dunia ini, yang meliputi amar ma’ruf nahi munkar, dengan berbagai macam media dan cara yang diperbolehkan akhlak dan membimbing pengalamannya dalam perikehidupan perseorangan, perikehidupan berumah tangga, perikehidupan bermasyarakat dan perikehidupan bernegara. Istilah dakwah dalam buku Manajemen Dakwah karya Wahyu Ilaihi, dakwah adalah sebuah aktifitas atau kegiatan yang bersifat menyeru atau mengajak kepada orang lain untuk mengamalkan ajaran Islam. Dakwah adalah suatu aktivitas yang pelaksanaannya bisa dilakukan dengan berbagai cara atau metode. Kemudian definisi dakwah oleh Toha Yahya Oemar, dalam buku Ilmu Dakwah karya Moh. Ali Aziz, ia mengatakan bahwa dakwah adalah: ”Mengajak manusia dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan perintah Tuhan untuk kemaslahatan dan kebahagiaan mereka di dunia dan akhirat.” Sedangkan Moh. Ali Aziz sendiri juga mendefinisikan dalam bukunya Ilmu Dakwah, dakwah adalah segala bentuk aktivitas penyampaian ajaran Islam kepada orang lain dengan berbagai cara yang bijaksana untuk terciptanya individu dan masyarakat yang menghayati dan mengamalkan ajaran Islam dalam semua lapangan kehidupan.Secara umum, -menurut hemat penulis- dari definisi dakwah oleh para ilmuwan di atas, dakwah adalah Wahyu Ilaihi, Manajemen Dakwah, Jakarta: Kencana, 2006, hlm. Ibid, hlm. 11.19 Ajakan atau seruan kepada yang baik yang tentunya dapat menggunakan wasilah (media) dan thariqah (metode). Dakwah merupakan aktivitas yang sangat urgen dalam Islam. Dengan dakwah, Islam dapat tersebar dan diterima oleh manusia. Hukum dakwah telah disebutkan dalam Al-Qur‟an dan Hadits. Dalam al-Qur‟an surat an-Nahl ayat 125 di samping memerintahkan kaum muslimin untuk berdakwah sekaligus memberi tuntunan bagaimana cara-cara pelaksanaannya yakni dengan cara yang baik dan sesuai dengan petunjuk agama. 2.1.2. Unsur-unsur Dakwah Dalam kegiatan dakwah perlu diperhatikan unsur-unsur yang terkandung dalam dakwah atau dalam bahasa lain adalah komponen-komponen yang harus ada dalam setiap kegiatan dakwah. Unsur-unsur tersebut adalah da’i (pelaku dakwah), mad’u (mitra dakwah), maddah (materi dakwah), wasilah (media dakwah), thariqah (metode dakwah), dan atsar (efek dakwah). a. Da’i (Pelaku Dakwah) Kata da’i ini secara umum sering disebut dengan sebutan mubaligh (orang yang menyebarkan ajaran Islam) namun sebenarnya sebutan ini konotasinya sangat sempit karena masyarakat umum cenderung mengartikan sebagai orang yang menyampaikan ajaran Islam melalui lisan seperti penceramah agama, khatib (orang yang berkhutbah), dan sebagainya. Sehubungan dengan hal tersebut, dalam buku Ilmu Dakwah karya Moh. Ali Aziz terdapat pengertian para pakar dalam bidang dakwah, yaitu: 1. Nasaraddin Lathief mendefinisikan bahwa da’i itu ialah muslim dan muslimat yang menjadikan dakwah sebagai suatu amaliah pokok bagi tugas ulama. Ahli dakwah adalah da’i, mubaligh mustamain (juru penerang) yang menyeru mengajak dan memberi pengajaran dan pelajaran agama Islam. 2. M. Natsir, pembawa dakwah merupakan orang yang memperingatkan atau memanggil supaya memilih, yaitu memilih jalan yang membawa pada keuntungan. 3. Wahyu Ilaihi, da’i adalah orang yang melaksanakan dakwah baik secara lisan maupun tulisan ataupun perbuatan dan baik secara individu, kelompok, lembaga atau bentuk organisasi. AL MAD’U (OBJEK DAKWAH) Muhammad Imam Asy Syakir A.1 Pengertian dan Cakupan Objek Dakwah Dalam beberapa tulisan, disebutkan bahwa pengertian mad’u antara lain: Secara bahasa mad’u (وعدم) adalah isim maf’ul dari da’aa (اعد) yang berarti ‘yang diseru’. Sementara menurut istilah mad’u ialah: و ينغلا و ،ريبكلا و ريغصلا و ،ةأرملا و لجرلا لمشي وهف ،ناك ناسنإ ي ّ أ ناسنلإا.خلا...لهاجلا و ملاعلا و ،ضيبلأا و دوسلأا و ،موكحملا و مكاحلا و ،ريقفلا “Manusia, yaitu siapa pun, mencakup laki-laki dan perempuan, besar maupun kecil, kaya maupun miskin, hakim dan mahkum, hitam maupun putih, yang berilmu atau pun yang bodoh, dan lain-lain.” ةدلاخلا الله ةلاسر ملاسلإا نلأ ،ىلاعت الله ىلإ وعدملا وه ،ناك ناسنإ ي ّ أ ناسنلإا وأ .نيعمجأ سانلا ىلإ ملس و هيلع الله ىلص ادمحم هب الله ثعب “Manusia, yaitu siapa pun yang diseru kepada Allah Ta’ala, karena Islam adalah risalah Allah yang kekal, di mana Allah telah mengutus dengan risalah-Nya tersebut Muhammad Shallalahu ‘alaihi wa Sallam kepada seluruh umat manusia.” Ada juga yang membagi mad’u atau objek dakwah kepada tiga arah, yaitu: 1. Da’wah kepada kalangan non-muslim (kafir). 2. Dakwah bagi kesejahteraan dan kemakmuran dunia. 3. Dakwah kepada kalangan umat Islam sendiri. Al Ustadz E. Saefuddin Anshari, MA, dalam bukunya Wawasan Islam memaparkan bahwa objek da’wah islam itu ialah segenap manusia, yaitu: Muslim dan non-Muslim. b.1 Mad’u (Penerima Dakwah) Wahyu Ilaihi dalam bukunya Komunikasi Dakwah mengartikan mad’u adalah manusia yang menjadi mitra dakwah atau menjadi sasaran dakwah atau manusia penerima dakwah, baik secara individu, kelompok, baik yang beragama Islam maupun tidak, dengan kata lain manusia secara keseluruhan.Sedangkan Muhammad Abduh, dalam buku Ilmu Dakwah karya Moh. Ali Aziz membagi mad’u menjadi tiga golongan, yaitu: 1. Golongan cerdik cendekiawan yang cinta kebenaran, yaitu yang dapat berpikir secara kritis, cepat menangkap persoalan. 2. Golongan awam, yaitu kebanyakan orang yang belum dapat berpikir secara kritis dan mendalam, belum dapat menangkap pengertian-pengertian yang tinggi. 3. Golongan yang berbeda dengan golongan di atas, mereka senang membahas sesuatu tetapi hanya dalam batas tertentu, tidak sanggup mendalam benar. B. Hak-Hak Mad’u 1. Mendapat kunjungan atau ia yang didatangi oleh da’i untuk diberi dakwah. Tidak seharusnya bagi seorang da’i menunggu-nunggu kehadiran mad’u kepadanya, karena tugas seorang da’i seperti tugas Rasul yaitu menyampaikan. Sedangkan tugas ini sungguh tidak selayaknya dilaksanakan hanya dengan duduk- duduk sambil menunggu. Selain itu, seorang da’i juga dituntut memiliki sifat simpati dan berbelas kasih yang mampu ia representasikan kepada mad’u sembari pula ia yang mendatanginya (bukan sebaliknya). 2. Tidak boleh direndahkan, yaitu: mad’u atau objek dakwah tidak boleh menerima cemo’ohan atau ledekan dan semacamnya. Tidak boleh bagi seseorang da’i untuk mencemo’oh mad’u, meski seringkali seseorang dalam pandangan orang lain tidak ada apa-apanya, namun bisa jadi di Allah ia memiliki sesuatu yang besar, dan memiliki timbangan (ukuran) yang besar pula. Sebagaimana diperingatkan melalui apa yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, bahwa orang-orang menertawakan betis Ibnu Mas’ud yang di mata mereka kecil (remeh), maka Nabi Shalallahu ‘alaihi wa Sallama memperingatkan mereka bahwasannya betis Ibnu Mas’ud itu kelak di Mizan lebih berat dari gunung Uhud. C. Kewajiban Mad’u Selain ada hak bagi mad’u, ada juga kewajiban yang harus mereka penuhi, lantaran dimana ada hak maka di sana ada kewajiban. Dan diantara kewajiban tersebut, yaitu: 1. Tunduk dan patuh kepada haq (kebenaran) dan khair (kebaikan) 2. Bertanya dan minta penjelasan. Adapun pertanyaan yang dianjurkan adalah sebagai berikut: - Mengenai segala urusan yang tidak diketahuinya. -Mengenai segala yang tidak diketahuinya dalam bidang ibadah dan mu’amalah. - Mengenai segala yang tidak diketahuinya dalam jalan-jalan yang terbaik (khair), pintu-pintu kebaikan (birr). - Mengenai syubhat yang membingungkannya dalam pokok-pokok agama. 3. Bergabung atau ikut serta dalam pelaksanaan/penerapan manhaj Allah. 4. Berubah secara positif melalui praktik dakwah yang hanya karena Allah kepada manusia. D. Ashnaf Mad’u Penggolongan objek dakwah ini dibuat berdasar aturan yang bertolak dari beberapa segi. Bila bertolak dari posisi atau status dan peran atau tanggung jawab, maka objek dakwah terbagi kepada dua golongan, yaitu: tokoh pemuka atau pembesar dan rakyat (masyarakat). Sedang bila ditinjau dari gender atau jenis kelamin, maka terbagi kepada laki-laki dan perempuan. Kemudian ditinjau dari segi usia, maka terbagi kepada golongan: tua, paruh baya, muda-mudi, dan anak- anak. Dan bila bertolak dari aspek keagamaan, maka mad’u tergolong kepada muslim, kafir, dan munafik. Selain pembagian itu, juga ada dari aspek materi (harta benda), yang tergolong kepada agniya (orang kaya) dan miskin. E. Persoalan-Persoalan Mad’u Persoalan persoalan bagi mad’u atau objek dakwah, antara lain ialah: 1. Persoalan pribadi atau personal Terkadang permasalahan yang sebagian dari mereka alami ialah keadaan mereka sebagai yatim, masalah pribadi, dan lain-lain. 2. Persoalan ekonomi Seperti keadaan faqir atau miskin lantaran pengangguran. 3. Persoalan sosial Seperti terjadinya disintegrasi dalam keluarga, perceraian, ibu fasidah, ayah pejudi dan seorang pecandu. 4. Persoalan politik Terkadang seorang mad’u dituntut untuk disiplin terhadap peraturan tertentu, yang tidak jarang melarangnya dari bepergian atau bekerja.6 c. Maddah (Materi Dakwah) Materi dakwah adalah isi pesan yang disampaikan da’i kepada mad’u. Pada dasarnya pesan dakwah itu adalah ajaran Islam yang secara umum yaitu pesan Aqidah, syari’ah dan akhlak. Menurut Moh. Ali Aziz dalam bukunya Ilmu Dakwah, menjelaskan bahwa Maddah adalah masalah isi pesan atau materi yang disampaikan da’i pada mad’u. Dalam hal ini sudah jelas bahwa yang menjadi maddah adalah ajaran Islam itu sendiri.d. Wasilah (Media Dakwah). Menurut Asmuni Syukir dalam bukunya Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam, mengatakan bahwa Media Dakwah adalah segala sesuatu yang dapat digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan dakwah yang telah ditentukan. Media dakwah ini dapat berupa barang (material), orang, tempat, kondisi tertentu dan sebagainya.Media dakwah adalah alat yang dipergunakan untuk menyampaikan materi dakwah (ajaran) Islam kepada mad’u.Dalam buku Publistik Islam Teknik Dakwah dan Leadership karya Hamzah Ya‟qub, Abdul Kadir Munsyi menjelaskan bahwa media dakwah adalah alat yang menjadi saluran penghubung ide dengan umat. Suatu elemen yang vital yang merupakan urat nadi dalam totalitas dakwah. Thariqah (Metode Dakwah) M. Munir dalam bukunya Metode Dakwah yang menyatakan bahwa metode dakwah adalah cara-cara tertentu yang dilakukan oleh seorang da’i (komunikator) kepada mad’u untuk mencapai suatu tujuan atas dasar hikmah dan kasih sayang.Hal yang sangat erat kaitannya dengan wasilah adalah thariqah (metode dakwah). Kalau wasilah adalah alat-alat yang dipakai untuk menyampaikan ajaran Islam maka thariqah atau metode dakwah adalah jalan atau cara yang dipakai juru dakwah untuk menyampaikan ajaran materi dakwah (Islam). Pembahasan metode dakwah akan dijelaskan lebih mendasar pada poin berikutnya. f. Atsar (Efek Dakwah) Efek dalam ilmu komunikasi biasa disebut dengan feed back (umpan balik) adalah umpan balik dari reaksi proses dakwah. Dalam bahasa sederhananya adalah reaksi dakwah yang ditimbulkan oleh aksi dakwah.41 Menurut karya Wahyu Ilaihi ini, efek dapat terjadi pada tataran yaitu: 1. Efek kognitif, yaitu timbul jika ada perubahan pada apa yang diketahui, dipahami, dan dipersepsi oleh khalayak. 2. Efek afektif, yaitu efek yang timbul jika ada perubahan pada apa yang dirasakan, disenangi, atau dibenci khalayak. 3. Efek behavioral, yaitu merujuk pada perilaku nyatayang dapat diamati, yang meliputi pola-pola tindakan, kegiatan, atau kebiasaan tindakan berperilaku 2.1.3. Tujuan dan Fungsi Dakwah Terhadap Masyarakat Tujuan dakwah itu adalah tujuan diturunkan ajaran Islam bagi umat manusia itu sendiri, yaitu untuk membuat manusia memiliki kualitas akidah, ibadah, serta akhlak yang tinggi. Secara umum tujuan dakwah dalam Al-Qur‟an adalah: a. Dakwah bertujuan menghidupkan hati yang mati. b. Agar manusia mendapat ampunan danmenghindarkan azab dari Allah SWT. c. Untuk menyembah Allah SWTdan tidakmenyekutukan-Nya. d. Untuk menegakkan agama dan tidak terpecah-pecah. e. Mengajak dan menuntun ke jalan yang lurus. f. Untuk menghilangkan pagar penghalang sampainya ayat-ayat Allah SWT ke dalam lubuk hati masyarakat. Sementara itu M. Natsir dalam kutipan IlmuDakwah karya Moh. Ali Aziz, mengemukakan bahwa ; tujuan dari dakwah itu adalah ; a. Memangil kita pada syariat, untuk memecahkanpersoalan hidup, baik persoalan hidup perseorangan atau persoalan rumah tangga, masyarakat, bersuku- bangsa, bernegara, beranatarnegara. b. Memanggil kita pada fungsi hidup sebagai hamba Allah SWT, di atas dunia yang terbentang luas yang berisikan manusia secara heterogen, bermacam karakter dan pendirian dan kepercayaan, yakni fungsi sebagai syuhada’ala an-nas, menjadi pelopor dan pengawas manusia. c. Memanggil kita kepada tujuan hidup kita yang hakiki, yakni menyembah Allah SWT. Demikian tujuan dari dakwah. Adapun fungsi dari dakwah itu sendiri adalah sebagai berikut: a. Dakwah berfungsi untuk menyebarkan Islam kepada manusia sebagai individu dan masyarakat sehingga mereka merasakan rahmat Islam sebagai rahmatan lil ’alamin bagi seluruh makhluk Allah SWT. b. Dakwah berfungsi melestarikan nilai-nilai Islam dari generasi ke generasi kaum muslimin berikutnya sehingga kelangsungan ajaran Islam beserta pemeluknya dari generasi ke generasi berikutnya tidak terputus. c. Dakwah berfungsi korektif artinya meluruskan akhlak yang bengkok, mencegah kemunkaran dan mengeluarkan manusia dari kegelapan rohani. Hal yang penting lagi adalah fungsi dakwah bagi masyarakat. Kustadi Suhandang dalam bukunya Ilmu Dakwah menjelaskan fungsi dakwah bagi masyarakat, yaitu: a. Sebagai Pembina Seperti yang dimaklumi, bahwa suatu pembangunan yang kita lakukan harus pula membangun manusia-manusia yang menggerakkan pembangunan itu. Di dalam kehidupan ini terdapat begitu banyak kontradiksi. Kontradiksi-kontradiksi tersebut jelas menunjukkan bahwa tujuan hidup yang paling utama adalah mencapai keridhaan Allah SWT di akhirat. Ajaran akhirat menegaskan bahwa ajaran itu merupakan satu-satunya dasar bagi berhasilnya proyek-proyek kemasyarakatan dan sekaligus merupakan satu-satunya tujuan bagi masyarakat dan para anggotanya.Dengan berdakwah, agama bukan hanya mengajak kepada berbudi luhur dan mengagungkannya,melainkan juga menanamkan kaidah-kaidahnya,memberikan rambu-rambu batasannya, serta menetapkan ukuran-ukurannya secara umum. Agama juga memberi contoh segala perilaku yang harus diperhatikan manusia, kemudian membuat manusia gemar bersikap lurus (yang benar dan baik). b. Sebagai Pengarah Manusia harus mengenal kebenaran, percaya terhadap keyakinannya dan mempertahankannya.Mereka harus mengenal kebajikan dan mencintainya bagi orang lain sebagaimana mereka mencintai diri-sendiri, serta memikul kewajibannya dalam memperbaiki kerusakan-kerusakan. Demikian pula manusia harus mengetahui dan wajib mengajak serta menyeru kepada kebajikan, menyuruh yang ma’ruf dan melarang yang munkar, serta mengorbankan jiwa dan kekayaannya pada jalan kebenaran. c. Pembentuk Manusia Seutuhnya Secara mendasar, dalam jiwa manusia terdapat suatu kekuatan yang tidak bisa dilihat mata. Ia merupakan kekuatan maknawi (abstrak), yang menuntun manusia melakukan kewajibannya dan menangkis segala kejahatan. Islam juga mengajarkan akidah bahwa segala perbuatan manusia dicatat oleh pena ketuhanan, sebagai catatan rekaman kehidupan manusia selama di dunia, secara cermat dan rapi. Semua menjadi jelas bahwaberdakwah merupakan kegiatan yang memiliki sifat informatif, instruktif, persuasif dan human relations 2.2. Konsep Metode Dakwah 2.2.1. Pengertian dan Sumber Metode Dakwah Dari segi bahasa metode berasal dari dua kata yaitu “meta” (melalui) dan “hodos” (jalan, cara). Metode adalah cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan. Sumber yang lain menyebutkan bahwa metode berasal dari bahasa Jerman methodica, artinya ajaran tentang metode. Dalam bahasa Yunani metode berasal dari kata methodos artinya jalan yang dalam bahasa Arab. Metode dakwah adalah jalan atau cara yang dipakai juru dakwah untuk menyampaikan ajaran materi dakwah (Islam). Pengertian lain oleh M. Munir dalam bukunya Metode Dakwah yang menyatakan bahwa metode dakwah adalah cara-cara tertentu yang dilakukan oleh seorang da’i (komunikator) kepada mad’u untuk mencapaisuatu tujuan atas dasar hikmah dan kasih sayang.Wahyu Ilaihi dalam bukunya Komunikasi Dakwah mendefinisikan metode dakwah yaitu cara-cara yang dipergunakan da’i untuk menyampaikan pesan dakwah atau serentetan kegiatan untuk mencapai kegiatan dakwah. Kemudian Basrah Lubis dalam Dasar-dasar Ilmu Dakwah karya Enjang AS. dkk. mendefinisikan metode dakwah adalah suatu cara dalam melaksanakan dakwah, agar tercapai tujuan dakwah yang ditentukan, yaitu terciptanya kondisi kehidupan mad’u yang selamat sejahtera dan bahagia dikehidupan dunia dan akhirat.Dengan demikian dari beberapa definisi di atas, dapat dipahami bahwa singkatnya metode dakwah itu sebagai cara untuk menunjang keberhasilan dakwah seluruh umat manusia demi tercapainya kemaslahatan hidup di dunia dan akhirat. Metode dakwah tentunya.kepada seseorang.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makalah Tauhiid 1 ( Karakteristik Aqidah Islam)

Makalah Kaidah-Kaidah Ushul Fiqih

Makalah Hukum Syar'i - Ushul Fiqih